CHILDREN SEE, CHILDREN DO

Aryayu Enny Wahyu, S.Pd.Gr.,M.M.Inov.

Kepala PAUD TAAMASA, Kecamatan Labuhan Badas, Sumbawa.

Pendidikan Anak Usia Dini atau yang dikenal dengan sebutan PAUD adalah jenjang pendidikan sebelum pendidikan dasar yang merupakan upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak agar siap memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan yang dimaksud dapat diselenggarakan melalui jalur formal yaitu Taman Kanak-kanak (TK) dan Raudhatul Athfal (RA), jalur nonformal seperti Kelompok Bermain (KB), Satuan PAUD Sejenis (SPS), dan Taman Penitipan Anak (TPA), dan jalur informal melalui pendidikan keluarga.
Perlu juga kita para pendidik PAUD mengetahui sejarah dari tokoh-tokoh yang telah mendedikasikan hidupnya bagi perkembangan pendidikan anak usia dini masa lalu agar kita menyadari bahwa banyak program pendidikan bagi anak yang ada di masa kini dibuat berdasarkan keyakinan tentang cara anak belajar, tumbuh, dan berkembang yang telah ada dan berkembang sejak lama.
Berikut merupakan beberapa tokoh ternama yang memiliki pengaruh dalam berkembangnya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD):

  1. John Locke
    John Locke (1632-1704) merupakan seorang tokoh yang terkenal berkat pemikirannya tentang teori “anak bagaikan kertas putih”. Melalui pemikirannya tersebut, John Locke bermaksud untuk mengatakan bahwa lingkungan dan pengalaman pada dasarnya akan membentuk pikiran. Perkembangan berasal dari stimulasi yang diberikan pada anak oleh orang tua dan pengasuhnya sebagai lingkungan terdekat anak.
  2. Johann Heinrich Pestalozzi
    Johann Heinrich Pestalozzi (1746-1827) berpendapat bahwa pendidikan harus dibangun melalui pengalaman sensorik yang tepat dan mendorong anak untuk mencapai potensi alami mereka. Setiap anak harus diberikan kesempatan untuk dapat bebas mengembangkan dirinya, mengenal lingkungannya, bermain, bersosialisasi dengan orang tua, guru, dan masyarakat sekitar. Oleh karena itu dalam gagasan pendidikannya Pestalozzi mencoba untuk mengintegrasikan antara kehidupan keluarga, pendidikan vokasional, dan pendidikan membaca dan menulis.
    Pestalozzi meyakini bahwa guru terbaik bagi anak bukan hanya sekolah, tetapi ibu juga dapat menjadi guru terbaik bagi anak-anaknya.
  3. Friedrich Wilhelm Froebel
    Friedrich Wilhelm Froebel (1782-1852) merupakan seorang tokoh yang dikenal sebagai “Bapak Taman Kanak-Kanak Dunia”. Julukan ini muncul atas dasar kontribusinya terhadap pendidikan anak usia dini. Pada tahun 1840, Froebel mendirikan “Kindergarten” yang artinya taman kanak-kanak. Menurut Froebel, sejak dilahirkan dan menjalani masa kanak-kanak, seorang anak harus menjalani kehidupan sesuai dengan tahap perkembangannya. Peran pendidik adalah mengamati tumbuh kembang anak secara alami dan memberikan pembelajaran yang sesuai dengan kesiapan mereka. Froebel menganjurkan anak-anak untuk melatih panca inderanya melalui kegiatan pengamatan, eksplorasi, dan peragaan. Dalam hal ini, anak dilibatkan secara aktif agar mendapatkan pengalaman yang nyata untuk menambah wawasannya.
    Tujuan dari gagasan pendidikan Froebel yaitu membimbing anak sehingga agar cerdas dalam memecahkan masalah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Froebel mengembangkan kegiatan pembelajaran melalui bermain, lagu, dan permainan edukatif. Contohnya mengajarkan huruf abjad dan pengetahuan-pengetahuan lainnya menggunakan lagu, memanfaatkan alat permainan edukatif misalnya balok untuk mengenalkan ukuran dan bentuk, dan mengajarkan konsep panjang pendek menggunakan pensil, ranting pohon, dsb. 
  4. Ki Hajar Dewantara
    Ki Hajar Dewantara merupakan seorang tokoh pendidikan dari Indonesia yang memiliki kontribusi dalam perkembangan PAUD di Indonesia. Ki Hajar Dewantara memperjuangkan pendidikan sebagai upaya untuk mengubah nasib bangsa Indonesia melalui pendirian Taman Siswa. Ki Hajar Dewantara meyakini bahwa cara untuk mengubah nasib bangsa indonesia yang pada saat itu yang tertindas oleh penjajah yaitu melalui pendidikan. Perhatian Ki Hajar Dewantara pada Pendidikan Anak Usia Dini dapat terlihat dari berdirinya “Taman Anak” atau dikenal juga sebagai “Sekolah Froebel Nasional” atau “Kindertuin” yang menjadi sarana layanan pendidikan untuk anak usia di bawah 7 tahun. Seiring dengan perkembangannya, sekolah tersebut berubah nama menjadi “Taman Indria”. 
    Ki Hajar Dewantara memasukkan konsep pendidikan yang didasarkan pada budaya luhur bangsa Indonesia terutama dalam pendididkan karakter, norma, dan agama, serta menggunakan permainan tradisional sebagai sarana kegiatan belajar anak. Ki Hajar Dewantara mengungkapkan bahwa kegiatan bermain dapat membentuk jiwa yang merdeka dan mandiri, dan dengan adanya alat permainan tradisional dapat membentuk sosok anak yang mencintai budaya bangsanya sendiri.
    Berdasarkan teori dari beberapa tokoh ternama pendidikan anak usia dini di atas, terdapat 2 (dua) hal penting dalam membentuk pribadi anak usia dini yaitu pembiasaan dan teladan. Sesuatu yang dilakukan anak berulang-ulang akan membentuk kebiasaan, dan kebiasaan tersebut lama kelamaan akan menjadi karakter yang akan terus berkembang tanpa perintah dan komando. Namun karakter tersebut tidak akan tumbuh jika tidak ada role model dari orang dewasa atau orang terdekat dari anak. Maka teladan menjadi hal pertama dan utama dalam pembentukan karakter anak. Jika ingin menumbuhkan karakter-karakter positif dalam diri anak, maka apa yang dilihat, didengar, dan dirasa haruslah sesuatu yang positif. Ingin anak berkata yang lembut, maka orang di sekitarnya hendaklah memperlihatkan kelembutan. Ingin anak menjadi penyayang, adalah mustahil jika sering melihat orang tua yang bertengkar. Maka sangat tepat kalimat “Children see, children do”, apa yang anak lihat, itulah yang akan anak lakukan.